Bismillahirrahmanirrahim...
***
Judul: Ayahku (Bukan) Pembohong | Pengarang: Tere Liye | Penerbit: Gramedia Pustaka Utama | Edisi: Bahasa Indonesia, Cetakan Keenam belas, Jakarta, September 2016 | Status: Baca di iPusnas | Rating saya: 4 dari 5 bintang
***
Assalamu'alaikum teman-teman semua. Berjumpa kembali dengan saya di post FBB Kolaborasi. FBB Kolaborasi adalah sebuah event posting bareng bulanan dengan tema tertentu yang diadakan oleh komunitas Female Blogger of Banjarmasin.
Nah, untuk bulan November ini, tema FBB Kolaborasi adalah Hari Ayah Nasional yang jatuh pada tanggal 12 nanti. So, untuk bisa menulis sesuai tema maka saya memutuskan untuk membaca buku yang sudah lama nangkring di wishlist saya. Buku tersebut adalah Ayahku (Bukan) Pembohong karya Tere Liye.
Duh, sebenarnya saya rada takut gimana gitu mau menulis review ini. Para Goodreads-ers yang pernah mengunjungi halaman profil Tere Liye pasti tahu kenapa, hahhah.
Jadi saya mau minta maaf duluan jikalau ada kata-kata saya di postingan ini yang salah. Saya sama sekali tidak bermaksud untuk menyakiti hati siapa pun. Saya juga bukan seorang kritikus buku, jadi saya tidak akan mengkritik buku ini. Saya hanya ingin menceritakan kesan saya setelah membaca buku ini. Sesederhana itu.
Oke, sebelum melanjutkan curcolan saya, mari kita lihat dulu seperti apa blurb yang tertulis di cover belakang buku ini:
Blurb
Kapan terakhir kali kita memeluk ayah kita? Menatap wajahnya, lantas bilang kita sungguh sayang padanya? Kapan terakhir kali kita bercakap ringan, tertawa gelak, bercengkerama, lantas menyentuh lembut tangannya, bilang kita sungguh bangga padanya?
Inilah kisah tentang seorang anak yang dibesarkan dengan dongeng-dongeng kesederhanaan hidup. Kesederhanaan yang justru membuat ia membenci ayahnya sendiri. Inilah kisah tentang hakikat kebahagian sejati. Jika kalian tidak menemukan rumus itu di novel ini, tidak ada lagi cara terbaik untuk menjelaskannya.
Mulailah membaca novel ini dengan hati lapang, dan saat tiba di halaman terakhir, berlarilah secepat mungkin menemui ayah kita, sebelum semuanya terlambat, dan kita tidak pernah sempat mengatakannya.
My Thoughts
Nah, bagaimana blurb-nya menurut kalian? Sepertinya bisa ditebak-kan ya kalau ceritanya bakalan sedih. Jadi jangan lupa siapkan tisu kalau kalian ingin membaca buku ini.
Adalah seorang anak bernama Dam, yang mempunyai seorang ayah yang selalu menceritakan kisah-kisah kepadanya. Dam tumbuh dengan kepercayaan yang sangat akan kisah-kisah itu. Kisah-kisah bijak yang membentuk Dam tumbuh menjadi orang yang baik di mata orang banyak. Seperti ayahnya yang sudah terkenal lebih dulu akan kebaikan hatinya.
Namun, ketika Dam semakin dewasa, Dam mulai mempertanyakan kebenaran kisah-kisah itu. Ayahnya sangat pandai bercerita seakan-akan semua kisah mustahil itu memang nyata. Terutama kisah tentang petualangan ayahnya sewaktu muda.
Apakah benar ayahnya pernah memakan apel emas? Benarkah ayah pernah terbang di atas layang-layang raksasa milik Suku Penguasa Angin? Apakah ayah benar-benar pernah berteman dengan kapten tim pemenang Liga Champion? Benarkah ayah pernah berteman dengan seorang hakim dan dokter hebat yang dijuluki si Raja Tidur? Kalau ayah memang sehebat itu, kenapa keluarga mereka hidup sederhana?
Sayangnya, ayah Dam sangat sensitif kalau ditanya mengenai kebenaran kisah itu. Jawaban ayahnya selalu sama, cerita itu benar adanya. Dan ayah akan marah karena Dam seakan-akan menuduh ayah pembohong karena mempertanyakan kebenaran kisah-kisah itu.
Sampai suatu ketika terjadi sebuah situasi yang sangat serius dan ayah masih saja membawa-bawa cerita si Raja Tidur untuk menenangkan Dam. Dam menjadi sangat marah kepada ayah dan menuduh ayahnya pembohong.
Tidak tanggung-tanggung, Dam masih marah kepada ayah bahkan sampai kedua buah hatinya lahir. Dam sangat cemas karena Zas dan Qon sangat senang mendengarkan cerita-cerita kakeknya. Dam tidak mau anak-anaknya juga jadi korban kebohongan ayah.
Nah...nah...bagaimana akhir kisah Dam dan ayahnya? Benarkah ayahnya seorang pembohong? Silakan baca sendiri bukunya XD
Yang pasti, saya sangat menyayangkan sifat sensitif si ayah. Saya juga menyayangkan ayah yang menurut saya terlambat menceritakan kisah pamungkas itu. Kisah yang menjadi jawaban tentang kenapa ayah akhirnya memutuskan untuk menjalani hidup yang sederhana.
Well, well, well, sepertinya saya lebih mendukung Dam dan tidak mendukung si ayah yak, hahhah. Mungkin karena seperti yang sering ibu saya bilang, sekarang anak saya masih kecil, masih lucu-lucunya. Saya masih belum merasakan bagaimana nanti menjadi orang tua dari anak yang sudah dewasa. Nah, kalau sudah dibilangain begini, saya langsung speechless.
IMO, tidak mudah memang mematuhi orang tua, apalagi kalau apa yang dianggap orang tua baik untuk kita berbeda dengan apa yang kita anggap baik untuk diri kita sendiri. Apalagi mematuhi ayah sebagai pemimpin keluarga yang mana keputusan tentang apa yang terbaik adalah selalu menurut versi beliau.
Uang ayah dihabiskan untuk hal yang lebih berguna (menurut versi ayah), membantu tetangga, menyumbang apalah. ---hlm. 229
Sama seperti Dam, kadang kalanya kita pasti pernah tidak setuju dengan keputusan yang diambil oleh orang tua kita sehingga konflik pun terjadi. Kalau sudah begini, baik orang tua maupun si anak harus pandai-pandai menata hati.
Kau harus bekerja keras, sungguh-sungguh, dan atas pilihan sendiri memaksa hati kau berlatih. ---hlm. 292
Ayah Dam sedikit banyak mirip dengan ayah saya. Ayah juga sering bercerita. Terutama tentang masa muda beliau. Sama seperti Dam, saya juga suka sekali mendengarkan cerita-cerita ayah. Haduh, jadi kangen masa-masa itu.
Namun, tidak ada ayah yang sempurna. Bagi Dam, ayahnya mungkin pembohong, dan bagi saya ayah saya...errr...sedikit pemarah, *sungkem sama ayah*.
Tapi satu hal yang seharusnya tidak pernah kita lupa adalah kalau ayah sangat sayang kepada kita. Mungkin cara beliau menunjukkannya tidak sesuai dengan yang kita harapkan. Tapi, beliau tetap ayah kita, yang dulu mengendong, berlari-lari dan bermain-main bersama kita sewaktu masih kecil. Ayah yang rela bekerja keras mencari nafkah untuk kita. Ayah yang khawatir kalau kita jatuh sakit. Ayah yang bangga melihat anaknya berprestasi. Tidak seharusnya kita marah berlebihan kepada ayah seperti yang dilakukan oleh Dam.
At last, buku ini seru. Sungguh. Menghibur di awal dan bikin mewek di akhir. Selain itu juga penuh dengan kisah-kisah bijak dan juga rahasia kebahagian hati.
Dan jangan lupa untuk menyampaikan rasa sayang dan terima kasih kita kepada ayah sekarang juga. Selamat Hari Ayah Nasional ^_^
Wuaa emank ada apa di goodreads nya Tere Liye? Kok aku jadi kepooo 😆😆
BalasHapusAyo Mbak buka kepoin Goodreads pengarang-nya, *eh*
HapusDulu aku kayaknya sedikit kaya dam deh :') belum ngerti kerja kerasnya ayah dan selalu merasa kurang huhu
BalasHapusTak apa, yang penting kita selalu ingat kalau ayah sayang kita dan kita sayang ayah ^_^
HapusAku baca bukunya ini gak habis. Soalnya di tengah perjalanan agak datar ceritanya. Saya suka tere liye liye yang versi fantasi hihi. Btw gak tahu saya ada apa di goodreads jadi penasaran
BalasHapusEh, saya lupa sudah baca karya Tere Liye yang fantasi atau belum yak?
HapusAyo Mbak kepoin Goodreads-nya, hihihi, *ups*
Aku sudah baca bukunya dan sepanjang cerita, air mata selalu turun di pipi. Menurutku ceritanya cukup realistis di luar cerita2 dari ayah Dam, begitulah kebanyakan kondisi hubungan antar ayah dan anak. Love-hate relationship.
BalasHapusCeritanya bikin nangis memang, hiks.
HapusJadi pengen baca bukunya om Darwis ini. Sepertinya menarik!
BalasHapusMenarik banget Mbak. Semoga segera "berjodoh" dengan bukunya ya ^^
HapusSebenarnya penasaran dengan cerita ini. Dulu pas awal-awal terbit, banyak yang bilang buku ini ide ceritanya mirip film Big Fish. Kalau baca sinopsisnya sih, memang mirip-mirip dikit. tetapi sepertinya, ide awalnya saja. :D
BalasHapusIyap, di buku ini penulisnya "curhat" juga kalau bukunya dibilang mirip Big Fish. Saya jadi penasaran nih sama Big Fish XD
Hapus