***
Judul: Animal Farm | Pengarang: George Orwell | Penerbit: Bentang | Penerjemah: Bakdi Soemanto | Edisi: Bahasa Indonesia, Cetakan I, Yogyakarta, Januari 2015, iv + 144 halaman; 20,5 cm | Status: Pinjam dari Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Kabupaten Hulu Sungai Utara | Rating saya: 4 dari 5 bintang
***
Blurb:
Suatu malam, Major, si babi tua yang bijaksana, mengumpulkan para binatang di peternakan untuk bercerita tentang mimpinya. Setelah sekian lama hidup di bawah tirani manusia, Major mendapat visi bahwa kelak sebuah pemberontakan akan dilakukan binatang terhadap manusia; menciptakan sebuah dunia di mana binatang akan berkuasa atas dirinya sendiri.
Tak lama, pemberontakan benar-benar terjadi. Kekuasaan manusia digulingkan di bawah pimpinan dua babi cerdas: Snowball dan Napoleon. Namun, kekuasaan ternyata sungguh memabukkan. Demokrasi yang digaungkan perlahan berbelok kembali menjadi tiran di mana pemimpin harus selalu benar. Dualisme kepemimpinan tak bisa dibiarkan. Salah satu harus disingkirkan … walau harus dengan kekerasan.
Animal Farm merupakan novel alegori politik yang ditulis Orwell pada masa Perang Dunia II sebagai satire atas totaliterisme Uni Soviet. Dianugerahi Retro Hugo Award untuk novela terbaik (1996) dan Prometheus Hall of Fame Award (2011), Animal Farm menjadi mahakarya Orwell yang melejitkan namanya.
My Review:
Saya speechless setelah membaca novel ini. Somehow, ceritanya terasa begitu dekat dan nyata. Padahal kata blurb-nya, novel ini adalah novel alegori politik yang ditulis pada masa Perang Dunia ke-II sebagai satire atas totaliterisme Uni Soviet.
Saya tidak tahu pasti apa itu alegori, satire dan totaliterisme. Jadi saya cari di KBBI, hehe. Dan ternyata alegori adalah cerita yang dipakai sebagai lambang (ibarat atau kias) peri kehidupan manusia yang sebenarnya untuk mendidik (terutama moral) atau menerangkan sesuatu (gagasan, cita-citam atau nilai kehidupan, seperti kebijakan, kesetiaan, dan kejujuran). Satire adalah gaya bahasa yang dipakai dalam kesustraan untuk menyatakan sindiran terhadap suatu keadaan atau seseorang. Dan totaliterisme adalah paham yang dianut oleh pemerintahan totaliter dan praktik-praktik yang dilaksanakan. Totaliter sendiri adalah bersangkutan dengan pemerintahan yang menindas hak pribadi dan mengawasi segala aspek kehidupan warganya.
Jadi cerita berawal dari sebuah peternakan bernama Peternakan Manor. Pemiliknya adalah Pak Jones yang pemalas dan gemar minum-minum.
Pada suatu malam, Major, si babi tua bijaksana menceritakan bahwa dia pernah bermimpi tentang kebebasan binatang yang tidak lagi berada di bawah tirani manusia.
Selama ini, para binatang merasa tertindas. Mereka bekerja sangat keras namun hasilnya lebih banyak dinikmati oleh manusia.
Selama ini, para binatang merasa tertindas. Mereka bekerja sangat keras namun hasilnya lebih banyak dinikmati oleh manusia.
Siapa sangka, pemberontakan binatang benar-benar terjadi. Saat itu, Pak Jones dan pegawai-pegawainya sedang malas-malasnya dan lupa memberi makan hewan ternak mereka. Para binatang yang lapar pun marah dan mengambil alih peternakan dengan dipimpin oleh dua binatang tercerdas di peternakan itu, yaitu babi-babi bernama Snowball dan Napoleon.
Awalnya semua berjalan seperti yang diimpikan para binatang. Mereka tetap bekerja namun hasilnya untuk mereka sendiri. Makanan melimpah dan dibagi sama rata.
Namun, kekuasaan memang memabukkan. Siapa yang tidak terlena dengan kerja santai tapi makanan disediakan melimpah. Siapa yang tidak terlena karena mendapat rasa hormat dari para binatang lain. Siapa yang tidak terlena karena semua keinginannya dituruti.
Maka terulanglah kembali, penindasan terhadap binatang. Namun kali ini lebih buruk, karena dilakukan oleh sesama binatang itu sendiri, yang dulu berjanji bersama mereka bahwa semua binatang itu setara.
Mereka ditindas oleh salah satu babi yang memimpin pemberontakan dulu. Semua binatang jadi takut dengan babi itu karena dia dijaga dengan setia oleh anjing-anjing galak. Binatang-binatang itu ditindas oleh babi dan anjing. Bagaimana? Sudah terasa satire-nya kan?
Hiks, sedih banget. IMO, para binatang ini tertindas karena kebanyakan dari mereka buta huruf dan gampang sekali dimanipulasi. Mereka percaya saja kebohongan yang dikatakan oleh provokator yang juga berasal dari kalangan babi yang pandai bicara, meskipun fakta sebenarnya tepat terjadi di depan hidung mereka sendiri.
Sedangkan yang cerdas diantara mereka memilih diam karena merasa bahwa penguasa yang lupa akan janjinya itu sudah merupakan hukum alam yang tak bisa dirubah.
Sedangkan yang cerdas diantara mereka memilih diam karena merasa bahwa penguasa yang lupa akan janjinya itu sudah merupakan hukum alam yang tak bisa dirubah.
Para binatang ini bekerja sangat keras, namun hasil yang mereka terima untuk diri mereka sendiri sangat sedikit. Mereka kedinginan di kandang masing-masing sementara para babi dan anjing hidup kenyang, hangat dan nyaman di rumah bekas Pak Jones.
Kisah ini ditutup dengan kalimat yang sangat bagus menurut saya. Kalimat tersebut adalah
"Makhluk-makhluk di luar memandang dari babi ke manusia, dan dari manusia ke babi lagi; tetapi mustahil mengatakan mana yang satu dan mana yang lainnya." ---halaman 140
At last, buku ini benar-benar membuat saya sedih. Buku ini juga membuat saya berpikir di mana posisi saya kalau berada di dalam cerita ini.
So, 4 dari 5 bintang untuk Animal Farm. I really liked it.
So, 4 dari 5 bintang untuk Animal Farm. I really liked it.
Animal farm emang bener-bener satire yang tajam buat Uni Soviet waktu itu yang kurang lebih sama seperti yang digambarkan oleh Orwell. Dan yang uniknya lagi menurut saya peran hewan dengan peran manusianya sangat pas sekali dan terasa ironi gitu. Seperti pemimpin diperankan oleh babi yang cerdas namun rakus, pelindung pemerintah diperankan oleh anjing yang selalu menggonggong namun penurut terhadap tuannya, pekerja diperankan oleh kuda yang juga pekerja keras, dan masyarakat diperankan oleh domba-domba yang mudah digiring ke sana ke sini oleh pengembalanya (pemerintah).
BalasHapusDulu saya tertarik beli buku ini karena blurb dan melihat penulisnya Orwell,yang juga penulis novel 1984 hehehe.
Benar, terasa banget ironinya.
HapusWah saya belum baca yang 1984. Kalau saya tertarik baca ini karena penasaran banyak yang bilang bagus, ehehehe.