***
Judul: The Screaming Statue| Pengarang: Lauren Oliver dan H.C. Chester | Seri: The Curiosity House #2 | Edisi: Bahasa Indonesia, Cetakan I, Juli 2018, 332 hlm, 21 cm, 978-602-385-480-6 | Penerjemah: Reni Indardini | Penyunting: Yuli Pritania | Penerbit: Mizan Fantasi | Status: Owned book | Beli di: Online @ Tokopedia HobbyBukuShop | Diterima tanggal: 21 September 2018 | Harga: Rp75.650,- (ongkir Rp60.000,- bersama 4 buku lain) | Rating saya: 4 dari 5 bintang
***
Blurb...
Kepala Mengerut telah berlalu, kini saatnya Patung-Patung Menjerit beraksi untuk membuat para pengunjung terpaku. Diorama lengkap TKP pembunuhan yang mencekam, mulai dari ranjang sampai noda darah. Seorang wanita kaya yang cantik digetok sampai mati oleh sang suami! Dumfrey yakin ini adalah salah satu ide paling brilian yang pernah dia ciptakan.Nyatanya tidak. Tidak ada pengunjung yang datang ke museum, para penampil mulai bersitegang, dan mereka terancam kelaparan. Yang lebih buruk, bisa jadi museum akan segera ditutup dan mereka semua akan hidup luntang-lantung. Belum lagi beberapa kasus pembunuhan yang seolah menjadi kutukan dan terus membawa-bawa nama museum. Sam, Pippa, Thomas, dan Max harus melakukan sesuatu!
Namun, mengapa mereka terus merinding seolah tengah diawasi? Apakah si jahat Rattigan, pria yang “menciptakan” mereka telah kembali?
My review of The Screaming Statue...
Wah saya speechless setelah membaca buku ini. Mau langsung bikin reviewnya tapi sudah tak sabar pengin lanjut baca buku ketiganya. Jadilah review buku kedua ini lama mendekam di draft karena menunggu saya selesai membaca buku ketiganya dulu, ehehehe.
Jadi, di buku kedua ini, koran-koran sedang diramaikan oleh kasus pembunuhan seorang wanita kaya cantik. Terduga pembunuh adalah suaminya sendiri dengan motif cemburu karena istrinya dekat dengan pria lain.
Mr. Dumpfrey menganggap kehebohan kasus ini bisa dimanfaatkan untuk ikut mendongkrak popularitas museum. Diorama lengkap yang menggambarkan adegan pembunuhan pun dibuat. Dengan bantuan dari pembuat patung lilin terbaik di kota.
Meskipun sudah tua, si pembuat patung ini bisa membuat patung yang sangat mirip dengan aslinya. Disertai dengan sentuhan detail yang sangat memukau. Tidak heran sih, karena si pematung punya moto:
Pematung bukhan semata-mata membentuk hidung, mata, telinga, dan tulang pipi." ... "Khami mesti memahat jiwa!" ---hlm.27
Btw, jangan heran dengan huruf K dan H yang terlihat tidak pada tempatnya. Itu bukan tanpa disengaja. Begitulah gaya bicara si pematung yang tertulis di dalam buku, hehehe.
Nama si pembuat patung adalah Eckleberger. Demi kenyamanan lidah masing-masing, anak-anak memanggilnya dengan sebutan Freckles. Kebetulan Freckles ini adalah sahabat Mr. Dumfrey dan sudah dianggap sebagai kakek sendiri oleh Pippa, Thomas, Sam dan Max juga walaupun Max baru pernah bertemu sekali dengannya.
Sayangnya, perkiraan Mr. Dumprey akan kaitan antara popularitas kasus dengan museum meleset. Popularitas kasus ternyata tidak berbanding lurus dengan popularitas museum. Selain itu, masalah-masalah lain pun datang silih berganti. Terjadi kecelakaan di berbagai atraksi penampil. Mulai dari Thomas yang nyaris terpotong-potong betulan di aksi potong tubuh sampai lemparan pisau Max yang meleset. Padahal Max kan pelempar pisau yang jitu, hmm.
Bahkan Sam juga uring-uringan karena kehadiran seorang penampil baru, seorang cowok berparas sempurna yang dapat memutar kepalanya 180 derajat. Para pengunjung yang jumlahnya tidak banyak itu sangat suka dengan penampil baru yang bernama Howie ini karena parasnya yang menawan. Sayang bagi Sam, Howie ini sangat menyebalkan. Yang sudah baca buku pertamanya mungkin sudah bisa menebak kenapa Sam uring-uringan terhadap cowok berparas tampan, hihihi.
Seakan belum cukup dengan semua itu, terjadi masalah puncak yang membuat seluruh penghuni museum terguncang. Sesuatu terjadi kepada Freckles!!!
Anak-anak kembali merasa terpanggil untuk memecahkan misteri yang melingkupi museum mereka. Hum..hum..berhasilkah? Silakan baca sendiri bukunya, hihihi.
IMO, buku ke-dua ini lebih seru dari yang pertama. Saya sampai tak sempat menandai kutipan-kutipan favorit saking penasarannya dengan endingnya. Begitu sampai di bagian endingnya...wuih...malah makin bikin rasa penasaran saya semakin menjadi-jadi.
Ending inilah yang membuat saya tidak sabar untuk langsung membaca lanjutannya. Untung saya sudah punya buku ketiganya. Kalau tidak, saya bakalan kena cliff hanger ending. Aduh..duh..saya tidak ingin kena ending yang gantung lagi karena rasanya sama sekali tak enak, wkwkwk.
At last, sama seperti buku pertamanya, cerita di dalam buku kedua dari seri The Curiosity House ini masih terkesan gloomy bagi saya. Tapi somehow, saya tetap suka. Saya beri 4 dari 5 bintang untuk buku ini. I really liked it.
***
Baca juga review buku pertama dari seri ini: The Shrunken Head
***
Oke, inilah review saya hari ini. Saya memutuskan untuk menjadwalkan untuk mem-post book review saya setiap hari senin di bawah label Monday Book Review. Semoga bisa konsisten ya, *uhuk*.
Nah, bagaimana dengan kalian? Yuk, bikin post tentang book review:
- Follow blog irabooklover via akun Google atau tambahkan di blogroll/bloglist/daftar bacaan kalian.
- Buat blog post yang berisi review buku di hari Senin.
- Sertakan button/ikon/banner/gambar Monday Book Review di bawah ini di dalam postingan kalian dengan link menuju post ini.
- Silakan tinggalkan link postingan kalian di kolom komentar post ini.
- Mari saling berkunjung ke sesama blogger yang sudah menshare book review-nya di hari Senin \^_^/
Series ini memang hanya 3 buku atau bakal ada lanjutannya sih mba ira? Penasaran soalnya rating goodreads nya juga oke..
BalasHapusSetau saya cuma tiga Mbak, tapi setelah baca ending buku ketiganya..., hmmm, saya jadi bertanya-tanya, hihihi
Hapussuka banget sama seri ini, baru punya dua buku. tinggal nyari (dan beli) yang ketiga...
BalasHapusSemoga bisa segera berjodoh dengan buku ketiganya XD
HapusBelum pernah baca seri ini. Baca review ini jadi kepengen ikutan baca... #duh :D
BalasHapusCovernya cantik juga Mbak, bagus buat dikoleksi, *makin ngeracun*, hihihi.
HapusSaya lama ga baca tema2 kaya gini nih. Baca review begini jadi kangen dg buku2 sejenis. Kebanyakan baca romance akhir2 ini. Hehe
BalasHapussaya yang malah jarang baca romance akhir-akhir ini, wkwkwk
HapusSudah lama aku nggak baca tema beginian. Agak ngeri juga euy baca cerita pembunuhannya.
BalasHapusapalagi pas tahu motif sebenarnya, makin ngeri lagi Mbak, IMO
HapusAku ngebayangin ngucapin kata apa dalam bahasa Inggris dengan 'kh' itu ya. Kl bukan jd bukhan, kami jd khami. Hahay...
BalasHapusaaaah iya bener Mbak, ntah apa katanya di buku versi bahasa aslinya XD
HapusHuwaa ceritanya seru banget. Lama gak baca novel thriller gini. Mbak Ira reviewnya keren, dan bikin penasaran pengen baca bukunya wkwk.
BalasHapusTapi kok kata k dan h gabung gitu ya hmmm
...
Iya, gaya bicara si pematung kalau menurut versi terjemahan kayak menggabungkan huruf k dan h gitu, hihihihi
Hapuswahduh seru banget nih mba Ira buku genre thriller nya
BalasHapusbtw kalau mba Ira gk jelasin perhal K dan H yg merupakan gaya bicara si pematung, mungkin aku udah bilang : mba Ira typo yaaaa
baca ulang sambil ikutin gaya bicaranya
Hihihihi, nyaris dikira typo ya XD
Hapus