***
Judul: Curtain: Poirot's Last Case | Seri: Hercule Poirot #42 | Pengarang: Agatha Christie | Edisi: Bahasa Indonesia | Penerbit: Gramedia Pustaka Utama | My rating: 4 dari 5 bintang |
Blurb:
Lima pembunuhan di tempat berbeda, dengan motif berbeda. Hanya satu kesamaannya: X. X terlibat dalam kelima pembunuhan itu dan berada di sekitar lima tempat itu ketika pembunuhan terjadi. X-lah otak kelima pembunuhan itu. Tapi dengan licik dia berhasil menghindar dari kecurigaan orang. Kelima pembunuhan itu begitu sempurna. Sekarang X berada di Styles. Berarti tak lama lagi akan ada pembunuhan di sana.Baru kali ini Poirot menemukan lawan yang seimbang. Sayangnya Poirot sudah tua. Jantungnya sudah lemah. Memang otaknya masih tetap tajam. Tapi fisiknya sudah uzur dan jantungnya bisa berhenti berdenyut setiap saat. Tinggal menunggu waktu. Dan waktunya yang singkat itu mungkin takkan cukup untuk bisa menyeret X ke pengadilan.
***
Curtain: Poirot's Last Case Book Review...
"Siapa orangnya yang tidak merasa terkejut campur haru sewaktu dipertemukan kembali dengan kenangan lama yang mengimbau dan menyentuh perasaan?" [hlm. 5]
Apa yang kau rasakan saat kenangan lama bertamu?
Hastings jadi banyak terkenang peristiwa-peristiwa di masa lalu saat Poirot mengundangnya untuk kembali ke Styles. Ke puri tua yang sama di mana dulu dia dan Poirot pernah terlibat dalam sebuah kasus pembunuhan.
Dan kali ini, di puri tua yang sekarang menjadi losmen itu, Poirot mengatakan akan terjadi pembunuhan lagi. Alasannya simpel, karena X ada di sana.
Menurut Poirot, X telah melakukan lima pembunuhan, namun dia sangat lihai dan memiliki metode yang tak biasa sehingga tidak ada seorang pun yang mencurigainya. Tampaknya Poirot telah menemukan lawan yang sepadan.
Demi alasan keselamatan, Poirot menolak memberitahukan siapa X kepada Hastings. Poirot hanya meminta Hastings untuk menjadi mata dan telinga untuknya.
Meskipun jengkel, Hastings menuruti keinginan Poirot. Terlebih karena Hastings sangat terpukul melihat kondisi fisik sahabatnya yang sudah menua dan sekarang harus duduk di kursi roda.
Hastings jadi harus berpikir keras untuk menebak-nebak siapa si X sementara Poirot masih main rahasia-rahasian. Sampai akhirnya pembunuhan terjadi dan Hastings masih tidak bisa mengenali siapa si X.
Saya pertama kali membaca Curtain di tahun 2007. Kesan yang ditinggalkan setelah membaca ulang ini jadi berbeda karena sedikit-sedikit saya masih ingat siapa si X dan kejutan apa yang menanti penggemar Poirot di akhir kisah.
Baca ulang ini lebih meninggalkan kesan sedih. Kebanyakan karena pikiran-pikiran Hastings yang banyak terkenang akan masa lalu. Dan juga karena saya sudah lebih "mengenal" Poirot sehingga kejutan diakhir itu bikin nyesek, hiks.
At last, membaca buku ini jadi mengingatkan saya untuk tetap selalu bersikap baik kepada orang lain. Karena siapa tahu sikap buruk kita bisa membuat orang itu terluka sedemikian hebatnya sehingga menjadi seseorang yang memiliki kecanduan untuk membunuh seperti si X.
0 Comments:
Posting Komentar