***
Judul: Soé Isabel | Pengarang: M. Tiyasaa | Penerbit: Yrama Widya | Edisi: Bahasa Indonesia, Cetakan I, Bandung, Mei 2019, iv + 284 hlm; 12,5 x 19,5 cm | Status: Pinjam di Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Hulu Sungai Utara | Rating saya: 3 dari 5 bintang
***
Blurb...
Soé Isabel menceritakan tentang perjuangan seorang gadis yang hidupnya kerap bersahabat dengan kehilangan. Tidak pernah merasakan peranan ayah dalam hidupnya. Kehilangan ibu yang amat dicintainya. Hingga kepergian anggota keluarga terakhir yang dimilikinya, nenek yang meninggal tepat sebelum ujian akhir Soe di SMA.Namun, kehadiran Saal, Simon, Sophia, dan Sandra menjadi cerita persahabatan yang mengisi kehidupan baru Soe di negeri sang Eiffel. Konflik yang konyol dan mengharukan kerap melengkapi kebersamaan mereka. Saal yang merupakan peneliti kotoran binatang dan jarang mandi, Simon yang selalu punya waktu untuk bersikap sok tahu, Sandra yang kerap mengira dirinya ketua genk, hingga Sophia yang bijak harus turun tangan setiap kali ada perdebatan di antara mereka.
Lantas, adakah seorang ...
Tentang label perpustakaan...
Hiks, blurb-nya nanggung yak. Itu karena baru-baru ini, label barcode buku Perpustakaan Daerah Kabupaten Hulu Sungai Utara mengalami perubahan. Sebagian besar bagian label menutupi cover belakang sehingga sebagian kecil blurb-nya juga ikut tertutup.Tapi whatever lah, kita lihat sisi positifnya saja. Dengan pengaturan baru ini, tampilan cover depan jadi tidak terlalu banyak tertutup label lagi.
My review...
Soé Isabel, seperti yang dikatakan oleh blurb-nya, menceritakan tentang kisah hidup seorang gadis Indonesia bernama Soé yang merantau jauh ke Prancis, sebuah negeri asing yang terkenal dengan menara Eiffel-nya itu.Novel ini isinya seperi kumpulan memoar dari Soé. IMO, tidak ada konflik inti di dalam buku ini. Setiap konflik hanya terjadi di setiap satu atau beberapa chapter dan setelah itu selesai. Chapter berikutnya akan menampilkan konflik yang lain lagi.
Menurut pendapat sotoy saya, cerita di buku ini dapat dipilah menjadi tiga kisah. Ada kisah yang menceritakan tentang teman-teman baru Soé di negeri asing tersebut, tentang awal perkenalan dan juga unforgettable momen bersama mereka. Ada kisah tentang induk semang Soe di sana. Dan ada kisah yang menceritakan tentang masa lalu Soé. Masing-masing kisah membawa isu-isu sosial dan pesan moralnya masing-masing.
My favourite part...
Nah, saya suka sekali dengan isu-isu dan pesan-pesan moral yang disampaikan oleh buku ini. Salah satunya adalah isu rasis. Isu yang sangat populer sampai saya rasa selalu muncul di setiap buku bertema serupa yang saya baca.Rasis ini memang masalah yang susah di clear-kan yak, jangankan di negara barat, di lingkup wilayah Kalimantan Selatan pun, sewaktu saya kuliah, saya merasa di-rasis-kan oleh teman-teman dari Banjarmasin dan sekitarnya karena saya berasal dari Hulu Sungai yang notabene-nya hanyalah sebuah "kampung" yang orang-orangnya kalau bicara pakai logat yang mungkin kedengaran aneh di telinga mereka, *uhuk*, *jadi curcol*.
Kemudian saya juga menangkap pesan tentang cara menghadapi kehilangan yang bagus sekali. Soé ditinggalkan orang-orang yang disayanginya satu persatu, tapi dia tetap kuat dan akhirnya berhasil menemukan sahabat-sahabat baru yang sudah dianggapnya seperti keluarga sendiri.
Terus saya juga suka dengan genre buku ini. Ini adalah buku tentang orang Indonesia yang hidup di negeri asing. Jadi, ada banyak tip dan trik yang terselip mulai dari cara memulai sampai bagaimana cara hidup di sana.
Saya juga suka dengan selipan bahasa Prancis di percakapan-percakapan tokoh-tokoh di buku ini. Walaupun saya blank sekali tentang bagaimana cara membaca dan mengucapkannya, tapi, somehow, kalimat-kalimat itu membangkitkan keinginan terpendam saya untuk bisa mengusai berbagai bahasa asing di dunia, *uhuk*.
At last, saya cukup suka dengan buku ini. Kisahnya ringan dan banyak mengandung pesan moral. 3 dari 5 bintang untuk buku ini. I liked it.
My favourite quotes...
Perawat baik hati itu hanya menemaniku dalam diam, tanpa sedikit pun mencoba berkata-kata layaknya orang dewasa yang melulu merasa lebih banyak tahu. Dia hanya terus menggenggam lembut tanganku. ---hlm. 8
Kita gak bisa cuma teriak global warming, tapi melulu beli barang murah yang gak segan mempekerjakan anak-anak kecil di pabrik dan membuang limbahnya tanpa ampun langsung ke alam bebas. Ya kali global warming bisa disembuhin sama kalimat motivasi ala Tony Robbins...---hlm. 29
Kini aku dapat melihat pedihnya karena kehilangan mulai bergeser dalam sebuah kenangan manis yang tidak akan pernah hilang dari ingatan Sandra. ---hlm. 40
Sekedar bersyukur membuatku merasa lebih bahagia daripada harus terus melewati setiap detiknya dengan mengeluh, batinku sambil tersenyum pada gambar diri yang memantul di cermin. ---hlm. 56
Kebanyakan orang-orang memang tersesat hanya karena mereka malas untuk mencari tahu atau sekedar membaca...---hlm. 82
Bunda tersenyum setuju, hanya mengatakan bahwa agama apa pun yang akan aku pilih nanti saat aku cukup besar untuk menentukan, aku harus selalu bersikap menghormati perbedaan. ---hlm. 98
Keluarga adalah tempat dakwah terdekat yang dirasa wajib dilakukan oleh setiap keyakinan bukan? ---hlm. 102
Tidak mungkin aku terus di sana, orang-orang tidak berhenti mengasihaniku, membuatku merasa lebih menderita setiap harinya...---hlm. 131
Tentang Penulis...
Siapakah M. Tiyasaa? Untuk mengenal beliau, saya bagikan chapter tentang penulis yang ada di buku ini yang saya ambil dari halaman 284.M. Tiyasaa lahir dan dibesarkan di Karawang, kota yang selalu melekat di hati penulis ke mana pun kakinya pergi melangkah. Novel ini adalah nilai hidup yang diperolehnya sejak tahun 2009 melangkah keluar dari zona nyaman dan belajar menikmati peran sebagai minoritas di negeri asing.
Penulis dapat dihubungi melalui blog pribadinya di: www.mtiyasaa.com
Salam Kasih...
Ngomong-ngomong, penulis Soé Isabel ini menghubungi saya untuk menyampaikan kalau beliau ingin menyumbangkan bukunya ke Perpustakaan Daerah Kabupaten Hulu Sungai Utara. Yes, dengan senang hati saya sampaikan kabar baik ini kepada pihak perpustakaan.Tak lupa pula saya sampaikan permohonan kepada pihak perpustakaan untuk menjadikan saya sebagai peminjam pertama kalau bukunya sudah diterima dan dikasih barcode, hihihi.
Pihak perpustakaan dan saya juga, sebagai anggota, mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada M. Tiyasaa. Terima kasih karena sudah bersedia menyumbangkan bukunya ke perpustakaan daerah di kota kecil kami ini, *terharu*. Salam hangat dari jauh. Semoga Anda sehat dan sukses selalu.
NB:
Buku ini sudah selesai saya baca dan sudah available untuk dipinjam di Perpustakaan Daerah Kabupaten Hulu Sungai Utara. Yuk, siapa cepat dia dapat XD