Orang-Orang Biasa #BookReview
irabooklover Juni 14, 2019 Andrea Hirata, Bentang Pustaka, Indonesian Literature 2 comments
Ternyata sekolah dokter itu mahal sekali. But, aku baru tahu kalau orang miskin tak bisa masuk Fakultas Kedokteran. ---hlm. 78
Ada sedikit beasiswa, terlalu banyak peminatnya, bahkan anak-anak orang kaya berebut mencari beasiswa. ---hlm. 79
...mereka yang mau belajar, tak bisa diusir. ---hlm. 44
Yeaaap, buku-buku Andrea Hirata memang selalu terasa sangat seru bagi saya. Saya sampai ikutan pre order buku ini. Padahal sebelumnya saya baru saja bertekad agar supaya membeli buku-buku yang sudah masuk diskonan saja. Tapi apa daya, tekad saya rapuh, serapuh genteng berlumut yang sudah belasan tahun kena panas dan hujan, *pas gak ya gombalannya, haha*. Tapi ada untungnya juga sih saya ikut PO, soalnya pas membuka halaman pertama...jreng jreng... ada tanda tangan Andrea Hirata di situ. Haduh senangnya, *korprol dua kali*.
Seni Hidup Minimalis #BookReview
irabooklover Juni 11, 2019 Francine Jay, Gramedia Pustaka Utama, Self Help 1 comment
Apakah Anda mengalami kesulitan mengatasi utang kartu kredit, bahkan tidak ingat lagi apa saja yang telah Anda beli?
Pernahkah Anda berharap ada angin kencang yang meniup semua kekacauan di rumah agar Anda bisa memulai lembaran baru?
Buku ini bisa menjadi penyelamat Anda!
Bagian pertama buku ini akan menumbuhkan pola pikir minimalis. Bagian kedua berisi metode STREAMLINE—satu dari sepuluh teknik paling efektif untuk menjaga rumah tetap rapi. Bagian ketiga mengajak Anda menggunakan langkah-langkah khusus untuk menangani setiap ruangan di rumah. Di bagian keempat, Anda akan melihat bagaimana konsep minimalis membuat kita lebih ramah lingkungan sehingga mampu melestarikan Bumi untuk generasi berikutnya.
Book Haul - Mei 2019
irabooklover Juni 01, 2019 Book Haul, Non Review No comments
- Detektif Conan Volume 95
- Six of Crows
- Curiosity House: The Fearsome Firebird
- Seni Hidup Minimalis
Buku kedua, Six of Crows, adalah buku pertama dari sebuah dwilogi. Meskipun tahu kalau buku ini berseri, tapi sewaktu memesannya secara online, saya lupa mencek apakah buku keduanya sudah terbit atau belum. Jadilah akhirnya saya cuma beli buku pertamanya saja. Padahal sepertinya buku keduanya sudah terbit deh, hiks.
Buku ketiga juga sebuah seri. Curiosity House. The Fearsome Firebird adalah buku ketiga dari seri ini. Awal tertariknya karena cover dan judulnya cakep. Sekarang koleksi saya sudah komplit. Tinggal dibacanya saja yang entah kapan, hahaha.
Terus, buku ke empat adalah buku yang saya tunggu-tunggu. Saya sampai nyaris beli versi digitalnya karena kepingin banget baca buku ini. Dan begitu buku ini mendarat di tangan saya, cusss langsung deh saya baca. Silakan baca review buku Seni Hidup Minimalis saya di blog ini. XD
Nah, keempat buku tadi semuanya saya beli secara online. Untunglah meskipun keliatannya tebal, buku-bukunya ternyata ringan. Ongkirnya masih lumayan mahal sih, tapi setidaknya cuma seharga satu kilo.
Oke, itulah hasil tangkapan saya bulan lalu. Bagaimana dengan kalian? Yuk dishare. Sampai jumpa di post book haul berikutnya ya. Daadaaah \^_^/
Alhamdullillah :)
Teach Like Finland By Timothy D. Walker: Latihan Kesadaran Diri #LifeLessonsFromBooks
irabooklover Mei 15, 2019 Life Lessons From Books, Non Review No comments
"Hari ini kita akan berlatih memerhatikan bagaimana kita berjalan. Saya akan menunjukkan caranya." Berjalanlah perlahan dan jelaskan bagaimana berat tubuhmu bergeser dari tumit ke telapak kaki kemudian dari jari ke kaki. "Rasakanlah momen ketika bobot tubuhmu berpindah dari tungkai, pergelangan, hingga ke pucuk-pucuk jemari kakimu." ... (Teach Like Finland, hlm. 54)Ketika saya membaca paragraf di atas, terutama di kalimat "Rasakanlah momen", saya jadi teringat ibadah sehari-hari yang saya rasa juga merupakan sebuah latihan kesadaran diri. *ramadanmomen*.
Ibadah itu adalah salat lima waktu. Di dalam mengerjakan salat, kita diperintahkan untuk khusyuk kan ya? Atau dengan kata lain, kita diperintahkan untuk mengerjakan salat dengan penuh kesadaran diri. Kita harus merasakan setiap momen dari gerakan dan bacaan salat.
Jika latihan kesadaran diri sangat besar manfaatnya untuk menjaga kedamaian kelas, yang nantinya dapat membuat setiap orang tenang, yang berimbas pada kesiapan murid untuk menerima pelajaran berikutnya, yang akan berefek pada peningkatan prestasi mereka, maka coba bayangkan apa efek salat lima waktu yang kita kerjakan sehari-hari.
Secara penjelasan di buku ini, maka seharusnya kita menjadi lebih tenang, damai dan siap untuk menghadapi hari, *eaaaa, apacoba*. Tapi dengan catatan penting, salatnya harus khusyuk alias harus dikerjakan dengan penuh kesadaran diri. Maka dengan demikian kita bisa mencapai tujuan salat yang disebutkan dalam Alquran, yaitu mencegah diri kita dari perbuatan keji dan mungkar.
Nah, masalahnya bagi saya adalah, saya belum bisa melaksanakan setiap salat saya dengan penuh kesadaran diri. Pikiran saya terus melayang kemana-mana. Tahu-tahu salatnya sudah selesai aja. Mentang-mentang sudah hapal bacaan salatnya. Dan bagaimana dengan ibadah lainnya, ibadah lainnya harus dilakukan dengan khusyuk juga kan?
So, mulai saat ini, saya akan berusaha untuk selalu bisa salat dengan penuh kesadaran diri. Susah memang. Banyak godaannya. Mohon doanya semoga bisa ya. Semoga momen Ramadan ini bisa membuat lebih semangat.
Ngomong-ngomong, saya bersyukur sekali karena sudah membaca buku ini. Terutama di bagian latihan kesadaran diri tadi yang membuat saya teringat untuk memperbaiki kualitas salat. Salah satu bukti kalau membaca buku populer itu ada manfaatnya, bukan kegiatan "ga ada kerjaan yang lebih penting lagi", seperti yang selama ini menjadi anggapan orang-orang di sekitar saya.
Oke deh, sekian dulu #LifeLessonsFromBooks kali ini. Semoga nanti saya bisa menemukan hal-hal yang menginspirasi lagi dari buku yang saya baca.
See you on my next post yaaa. Daadaah \^-^/
Teach Like Finland #BookReview + #BookGiveaway
irabooklover Mei 07, 2019 Book Review, Grasindo, Non Fiction, Self Help, Timothy D. Walker 5 comments
Finlandia mengejutkan dunia ketika siswa-siswanya yang masih berusia 15 tahun berhasil mencatatkan skor tertinggi di penyelenggaraan pertama PISA (Programme for International Student Assessment), pada 2001. Ujian itu meliputi penilaian ketrampilan berpikir kritis di matematika, sains, dan membaca. Hingga kini, negara mungil ini terus-terusan memukau. Bagaimana pendidikan Finlandia yang jam pelajarannya pendek, PR-nya tidak banyak, dan ujiannya tidak begitu terstandardisasi, dapat "mencetak" siswa-siswa dengan prestasi yang sangat baik?
Ketika Timothy D. Walker mulai mengajar kelas 5 di sebuah sekolah negeri di Helsinki, ia mulai mencatat rahasia-rahasia di balik kesuksesan sekolah-sekolah Finlandia. Walker menuliskan rahasia-rahasia ini, dan artikel-artikelnya di Atlantic kerap menuai tanggapan antusias. Dalam buku ini, ia mengumpulkan semua temuan tersebut, dan menjelaskan pada para pengajar, cara untuk mengimplementasikannya.
Buku ini memuat strategi dan anjuran-anjuran yang sangat mudah dipraktikkan dari sistem pendidikan kelas dunia.
Secara sekilas pandang, menurut saya, buku ini mempunyai daya tarik yang bagus. Cover, judul, dan blurb-nya membuat saya jadi kepingin memiliki dan
Tetapi ternyata, buku ini agak tidak sesuai dengan ekspetasi saya. Menurut saya pribadi, buku ini ... errr... kurang enak dibaca. Somehow, berasa seperti sebuah paper yang ditulis dengan boring. Entah memang dari sananya (sungkem sama penulis), atau ada kesalahan dalam penerjemahannya (sungkem sama penerjemah). Tapi itu cuma pendapat saya loh ya. Kalau kalian yang baca mungkin fine-fine saja.
Meskipun begitu, ada banyak pengetahuan baru yang saya dapat setelah membaca buku ini. Terutama tentang apa rahasia Finlandia sehingga murid-muridnya berhasil membuktikan prestasi mereka di sebuah tes berskala internasional.
Saya juga sangat terkesan dengan betapa berdedikasinya si pengarang terhadap profesinya sebagai seorang guru. Semangat beliau itu loh!, membuat saya iri. Beliau tampaknya sangat berusaha keras untuk terus dan terus menemukan bagaimana cara menjadi guru yang baik. Kalau saya sih bilangnya beliau ini mengajar dengan hati, #eaaaaaa.
Apakah semangat itu ada pada guru-guru kita di Indonesia? Saya harap ada. Dan semoga jumlah mereka lebih banyak daripada guru yang tidak bersemangat, hohoho.
Dan meskipun saya bukan seorang guru, buku ini berhasil menginspirasi saya supaya jangan lupa bahagia dalam menjalani sebuah profesi. Saya berhasil merasa bahagia di kantor keesokan harinya meskipun kerjaan saya banyaknya bikin sakit perut. Semoga efeknya awet yah, hahaha.
At last, saya rasa buku ini sangat cocok dibaca untuk teman-teman yang berprofesi sebagai guru. Ada banyak tips dan trik yang bisa dicoba di kelas. Siapa tahu hasilnya juga bisa membuat murid-murid kalian berprestasi seperti anak-anak Finlandia itu, aamin.
So, walaupun menurut saya bukunya kurang enak dibaca, tapi menurut saya, pengetahuan yang diberikannya sangat bagus. Jadi, 3 dari 5 bintang untuk Mengajar Seperti Finlandia, I liked it.
@irabooklover - https://www.irabooklover.com/2018/12/character-thursday-5-kashva-from.html?showComment=1545101227945#c9196418622446342751
Link comment bisa kalian dapatkan dengan menyalin linknya di tanggal comment seperti gambar di bawah:
Selamat ber-giveaway ria. Good luck Ù©(^á´—^)Û¶
Aku dan Buku #BookReview
irabooklover Maret 12, 2019 Abduraafi Andrian, Alvina Ayuningtyas, Book Review, Books About Books, BukuKatta, Busyra, Maura Fanessa, Nurina Widiani, Pauline Destinugrainy Kasi, Selviya Hanna, Teddy W. Kusuma, Truly Rudiono 2 comments
Judul: Aku dan Buku | Pengarang: Busyra, Abduraafi Andrian, Maura Fanessa, Truly Rudiono, Pauline Destinugrainy Kasi, Teddy W. Kusuma, Nurina Widiani, Alvina Ayuningtyas, Selviya Hanna | Editor: Dion Yulianto | Penerbit: bukuKatta| Edisi: Bahasa Indonesia, Cetakan I, April 2018 | Jumlah halaman: 100 halaman, 13 x 19 cm | Beli di: DioMedia | Harga: Rp45.000,- | Rating saya: 4 dari 5 bintang
Blurb:
Buku memang memiliki kekuatan ajaib untuk memindahkan pembaca menuju tempat-tempat dan waktu-waktu yang jauh. Buku juga memungkinkan pembaca mengalami petualangan yang mungkin tak akan pernah bisa mereka alami di dunia nyata, termasuk petualangan cinta. Orang bilang, kisah cinta yang sempurna hanya ada di novel-novel picisan semata. Tetapi, dari kisah-kisah cinta yang mungkin terlalu indah untuk menjadi nyata ini banyak orang menemukan suaka kehidupannya. Seperti satu pembaca genre roman yang turut berbagi kisahnya di buku ini. Baginya, cerita-cerita roman telah memberinya semangat dan kekuatan untuk jatuh cinta setiap harinya. Ia jatuh cinta pada kehidupannya, pada keluarganya, pada pekerjaannya, kepada apa pun bagian hidup keseharian yang tengah dijalaninya sehingga apa pun halangan yang datang akan tetap disyukuri. Bahkan katanya, membaca cerita cinta bisa membuat kita jatuh cinta untuk kedua dan ketiga kalinya tanpa benar-benar berkhianat. Manis sekali.
Kolaborasi menulis "Aku dan Buku" memuat kisah-kisah intim seorang pembaca dan buku.
My Review
Setelah lama nangkring di wishlist, akhirnya saya berjodoh juga dengan buku ini.
Aku dan Buku, dari judulnya saya rasa buku ini adalah sebuah buku tentang buku. Buku dengan tema seperti ini selalu menarik perhatian saya. Apalagi kalau buku tersebut memiliki cover berwarna cokelat dan bergambar secangkir kopi. Tiba-tiba saja saya langsung terbayang betapa nikmatnya membaca buku sambil ditemani secangkir kopi, *uhuk*.
Ngomong-ngomong, saya mengenal beberapa penulisnya sebagai anggota dari komunitas Blogger Buku Indonesia, *sokkenal*. Jadi menurut pendapat sepihak saya, kisah mereka tentang kecintaan terhadap buku sudah tidak diragukan lagi.
Ada 9 kisah tentang "Aku dan Buku" di buku ini. Plus satu lagi sama tulisan editornya yang tidak kalah menariknya.
Ada kisah tentang perpustakaan, tentang kecintaan terhadap buku romance, tentang asuransi buku, tentang buku sebagai teman seorang introver, dan lain-lain. Favorit saya adalah terjemahan essay Neil Gaiman.
Kemudian ada banyak kutipan yang saya suka dari buku ini. Kalau kalian lihat foto buku di atas, post-it berwarna hijau saya sampai habis saking banyaknya halaman yang saya tandai, hahhah.
Salah satu kutipan favorit saya ada di kisah Perpustakaan, Penggerak Literasi Tanpa Tanda Jasa yang ditulis oleh Busyra:
Jika boleh saya katakan, sesungguhnya masyarakat kita bukannya tidak suka membaca, mereka hanya terjebak dalam lingkungan yang tidak mendukung untuk membaca lebih banyak. (Aku dan Buku, hlm. 13)
Saya setuju pakai banget dengan kutipan di atas. Baik di rumah ataupun di kantor, saya selalu dianggap "sedang ga ada kerjaan" kalau sedang membaca buku. Alhasil, saya selalu diminta tolong untuk melakukan kegiatan lain. Yang aneh, ketika saya memegang gadget, malah tidak ada yang mengganggu. Padahal kalau lama memegang gadget itu artinya saya sedang main game atau "main medsos", hohoho. Jadi supaya tenang, saya hanya bisa membaca tengah malam saat yang lain tidur. Malangnya, hiks.
Terus ada satu tulisan yang kayaknya "saya banget". Ditulis oleh Mbak Desty dengan judul Buku di Ujung Jarimu. Bukan secara keseluruhan sih "saya banget"-nya, soalnya saya tidak merasa bakalan kehabisan bacaan seperti Mbak Desty karena saya pengunjung setia perpustakaan dan penimbun akut, hihihi.
Bagian yang "saya banget" itu adalah di bagian dimana Mbak Desty harus menyingkirkan buku-bukunya untuk sementara karena baru saja punya bayi. Itulah yang terjadi dengan saya saat ini. Saya punya kesibukan baru mengurus bayi kecil saya yang lucu. Buku-buku untuk sementara terpaksa harus disingkirkan. Pernah saya nekat membaca buku cetak sambil menjaga bayi saya. Alhasil beberapa bagian dari buku tersebut sobek, hiks.
Sayangnya, tidak seperti Mbak Desty yang merasa nyaman membaca buku digital yang tentu saja anti robek, saya masih tidak terbiasa membaca buku di gadget. Selain tidak nyaman, saya merasa godaan main game dan main medsosnya lebih kuat ketimbang godaan membaca, mbuahaha, *kenakeplak*.
At last, buku ini masih ada typo-nya sih. Tapi ampuh mengembalikan minat baca saya. So, 3 dari 5 bintang untuk buku ini. I liked it.
Jika boleh saya katakan, sesungguhnya masyarakat kita bukannya tidak suka membaca, mereka hanya terjebak dalam lingkungan yang tidak mendukung untuk membaca lebih banyak. ---hlm. 13
Berburu buku buluk atau berdesak-desakan menunggu pembukaan area diskon di pameran buku adalah jauh lebih menyenangkan bagi seorang pecinta buku ketimbang menunggu acara midnight sale pakaian terkini di mal mentereng. Begitulah adanya, kecintaan seseorang terhadap suatu kegiatan atau benda kadang bisa membuatnya melakukan hal-hal yang tak masuk akal. ---hlm. 37
Bahkan, saya rela mengorbankan waktu tidur malam demi menghabiskan membaca sebuah novel.---hlm. 42)
Kalau dulu saya bisa menghabiskan kurang lebih 20 novel dalam sebulan, saya hanya bisa membaca 5 buku dalam sebulan semenjak menjadi newly mom. Boro-boro membaca buku sebelum tidur, saya malah ikut tertidur ketika bayi saya sudah tidur. Untuk sekadar membuka buku, memegangnya, dan membalik halamannya saja rasanya sudah berat. Saya sedih. Saya merindukan buku. Saya frustasi karena tidak punya waktu membaca buku.---hlm. 43)
Kami memang jiwa-jiwa yang kehausan akan romantisme tapi bukan kemudian kami jadi mudah terpedaya. Kami bisa jatuh cinta berkali-kali pada karakter fiktif tapi untuk jatuh cinta dan menyerahkan segalanya pada seorang makhluk nyata, tentunya dia harus melebihi atau setidaknya sama dengan karakter idola kami. Sebutlah kami pemimpi, pengkhayal, atau sebutan apa pun. Tapi, mimpi itulah yang membuat kami nggak mudah "mengangkangkan" kaki. ---hlm. 63
Saya ingin mereka bisa memahami karakter-karakter manusia yang bisa ditemukan di dalam novel. Dengan begitu, mereka bisa menjadi pribadi yang lebih kaya dalam wawasan dan empati. ---hlm. 66)
Buku menjadi penghubung antara kita yang masih hidup dan mereka yang sudah tiada. Cara kita belajar dari mereka yang tidak lagi bersama kita, bahwa umat manusia dibangun di atas pilar-pilar para pendahulu, dikembangkan, dan dirancang sedemikian rupa sehingga pengetahuan menjadi sesuatu yang terus tumbuh, ketimbang sesuatu yang harus dipelajari secara berulang-ulang. Terdapat kisah yang jauh lebih tua dari negara asalnya, yang bertahan jauh lebih lama dari kebudayaan yang mengilhaminya, dan penggambaran megah bangunan langsung dari masanya. ---hlm. 13
Kita sebagai penulis---semua penulis pada umumnya dan khususnya penulis buku anak-anak---memiliki kewajiban terhadap pembaca kita. Hal ini sangat penting, terutama saat kita menulis mengenai orang dan tempat yang sebenarnya tidak ada---untuk memahami bahwa tulisan yang nyata bukanlah tentang sesuatu yang benar-benar terjadi, tapi tentang apa yang kita pelajari dari diri kita setelah membaca tulisan tersebut. Karena pada akhirnya, fiksi adalah sebuah kebohongan yang berkisah tentang kebenaran. ---hlm. 95
Obat untuk melawan rasa malas membaca adalah sebuah dongeng yang membuat jari mereka tidak bisa berhenti membalik halaman. ---hlm. 96
Sea Prayer #Review
irabooklover Maret 12, 2019 Book Review, Khaled Hosseini, Qanita No comments
Blurb:
Sayangku Marwan, kupandang lekuk wajahmu
di bawah sinar bulan yang nyaris penuh,
Anakku, bulu matamu bagaikan kaligrafi,
tertutup dalam tidur yang nyenyak.
Dan kukatakan kepadamu, "Genggam erat tanganku.
Tidak akan ada hal buruk yang terjadi."
My Thought:
Dan kukatakan kepadamu, "Genggam erat tanganku. Tidak akan ada hal buruk yang terjadi."
Hiks, saya hampir mewek saat sampai membaca di halaman yang memuat kutipan di atas. Itu adalah kata-kata yang diucapkan oleh seorang ayah kepada anaknya, persis saat mereka berada di pinggir pantai, menunggu perahu yang akan membawa mereka mengarungi laut untuk mengungsi dari perang.
Saya juga jadi semakin sedih setelah membaca bagian yang menceritakan latar belakang ditulisnya buku ini. Tahu kan? Latar belakang ditulisnya buku ini adalah karena anak kecil bernama Alan Kurdi.
Alan Kurdi dan keluarganya serta ribuan orang lainnya harus meninggalkan rumah mereka karena perang. Mereka harus mengarungi lautan untuk mencari suaka baru di Eropa. Malangnya, ribuan pengungsi ini hilang di lautan. Dan jenazah anak kecil berumur 3 tahun itu terdampar di pantai.
Duh terbayang kan bagaimana emosionalnya buku ini. Buku-buku Khaled Hosseini memang selalu bisa membuat saya menitikkan air mata. Bahkan untuk buku setipis ini. Soalnya ceritanya semuanya tentang perang.
Saya juga jadi merasa tidak berdaya soal perang ini. Saya hanya bisa berdoa semoga para pencetus perang itu dilembutkan hatinya dan dinormalkan pikirannya agar tidak kepingin perang lagi.
Dan ngomong-ngomong soal tipis, saya tidak tahu sama sekali kalau Sea Prayer setipis ini. Saya kira, bukunya cukup tebal seperti buku-buku Khaled Hosseini sebelumnya.
Ngomong-ngomong lagi, cover bukunya cakep. Ilustrasinya juga. Walaupun sepenglihatan saya sedikit abstrak, tapi saya dapat menangkap apa yang ingin disampaikannya.
Selain itu, menurut saya ilustrasinya menambah emosi cerita menjadi berkali lipat. Saya sampai merenung memikirkan bagaimana rasanya menjadi orang tua dari Marwan. Saya rasa saya tidak bakalan sanggup menghadapi perasaan tidak berdaya yang muncul ketika memandang wajah buah hati saya, tahu bahwa saya tidak berdaya melindunginya dari akibat perang, *sedotingus*.
At last, saya speechless setelah membaca buku ini. Dapat 4 dari 5 bintang dari saya. I really liked it.
How to Win Friends and Influence People #Review
irabooklover Januari 03, 2019 Book Review, Dale Carnegie, Non Fiction, Review 2019, Self Help 2 comments
Judul Buku: How to Win Friends and Influence People - Bagaimana Mencari Kawan dan Mempengaruhi Orang Lain | Pengarang: Dale Carnegie | Penerbit: Binarupa Aksara | Alih bahasa: Nina Fauzia N.S | Edisi: Bahasa Indonesia, Cetakan I, Jakarta, 1996 | Dimensi Buku: xi + 382 hlm | Status: Owned book | Beli di: HobbyBuku Shop | Bisa dibeli di: belbuk.com | Rating saya: 5 dari 5 bintang